Weekend lalu saya menonton tayangan John Pantau (kalau tidak salah hari minggu) di trans tv, hari itu adalah tayangan edisi "DPR". Awal acara dimulai dengan "memeriksa" kecanggihan mobil dinas yang baru-baru ini diterima oleh menteri yang sedang menjabat. Terlihat jelas bahwa mobil seharga milyaran rupiah itu memang sangat nyaman dan mewah. Di dalamnya tersedia pemanas kursi, kulkas kecil untuk minuman, kursi yang bisa memijat, hingga atap mobil yang dapat terbuka. Wow, saya langsung berpikir enak sekali ya jadi menteri dapat fasilitas serba mewah seperti itu. Asal jangan fasilitas negara itu pada akhirnya diakui atau berpindah tangan menjadi milik pribadi saja!
Kemudian John Pantau menghampiri seorang anggota DPR yang baru saja turun dari mobil mahal tersebut. Dengan sigap John Pantau menanyakan apakah pembelian mobil mewah itu termasuk pemborosan uang negara. Saya terkejut mendengar jawaban narasumber itu (saya lupa namanya) yang mengatakan bahwa seharusnya DPR disetarakan dengan presiden bukan dengan menteri. Dikatakannya pemberian mobil seharga milyaran tersebut merupakan down grade (penurunan tingkat). Narasumber tersebut mengatakan "presiden saja mobilnya Mercy, kita (DPR) juga seharusnya sama dengan presiden." Pernyataan tersebut langsung membuat saya geram. Bagaimana tidak?! Sudah enak diberi fasilitas mobil mewah masih saja merasa kurang dan minta disetarakan dengan presiden. Dasar manusia rakus!
Ada lagi sesi John Pantau mewawancarai sejumlah artis yang menjadi anggota DPR, namun pertanyaan yang diajukan bukan mengenai mobil melainkan tentang Indonesia yaitu seputar lagu Indonesia Raya, ayat-ayat dalam Pancasila, dan teks Proklamasi Indonesia. Ternyata jawaban2 mereka membuat saya ingin tertawa sekaligus miris hati. Primus Yustisio (artis favorit saya waktu saya masih SMA) diberikan pertanyaan apa bunyi pancasila sila ke 3, tapi jawabannya malah persatuan rakyat Indonesia (salah dikit sih). Kemudian Rachel Maryam ditanya bagaimana bunyi isi teks proklamasi, dijawabnya dengan tergagap dan salah. John Pantau sebagai pembawa acara dengan gayanya yang lucu hanya bisa tertawa mendengar jawaban tersebut.
Lalu John Pantau beralih ke Inggrid Kansil. Menurut saya inilah sesi "terlucu" dalam John Pantau edisi DPR. Saat ditanyakan apa itu hak angket, Inggrid Kansil sama sekali tidak bisa menjawab! Layaknya seorang murid yang ditanya hapalan oleh guru, ia pun mencoba mengingat apa itu hak angket. Padahal DPR waktu itu mengusulkan hak angket dalam mengusut kasus Century. Setelah cukup lama berpikir dan benar2 tidak ingat, akhirnya ia bertanya pada salah seorang staffnya (wawancara memang dilakukan di ruangan mereka). Alhasil, keusilan Jon Pantau makin menggila dengan mengajukan lagi pertanyaan kepada Inggrid yaitu apa beda hak angket dengan hak interpelasi. Seperti sudah diduga, tidak bisa dijawab dengan benar. Celotehan John Pantau yang sedikit menyindir dan gaya khasnya yang unik benar2 membuat penonton senyum-senyum kesal melihat anggota DPR ternyata tak bisa menjawab pertanyaan "mudah" itu.
Tak hanya Rachel, Primus, dan Inggrid saja yang ditanya, masih ada beberapa artis lagi seperti Eko Patrio dan yang lainnya (maaf saya lupa). Kebanyakan dari mereka tidak hapal Pancasila dan lagu Indonesia Raya saat ditanya. Seharusnya mereka malu menjadi anggota DPR tanpa memiliki pengetahuan dasar seperti itu. Kalah dengan masyarakat biasa yang saat ditanyakan hal yang sama mereka dapat menjawabnya dengan lancar dan tentunya benar.
Batin saya langsung berkata, baru ditanya seputar hal seperti itu saja mereka menjawab tidak bisa menjawab. Bagaimana jika mereka harus menjawab berbagai permasalahan rakyat yang tak kunjung membaik? Semoga saja kemampuan dan pengetahuan mereka tidak hanya seperti yang terlihat pada tayangan John Pantau ini. Ya, semoga saja.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment